Status Pegawai Jadi Sorotan Dalam Pembahasan RUU MD3
Anggota Badan Legislatif DPR RI (Baleg) mempertanyakan status pegawai dalam sistem pemerintahan di Indonesia. “Mengenai adanya rencana dalam RUU tentang Aparatur Sipil Negara, dimana terdapat dua pokok masalah mengenai status pegawai tetap dan pegawai kontrak. Apakah hal tersebut sudah menjadi materi pokok atau masih bisa berubah,” tanya Subyakto dalam Rapat Kerja dengan Kementerian PAN/Reformasi Birokrasi di Ruang Rapat Baleg DPR RI, Jakarta, Senin kemarin (21/1). Pertanyaan ini berkaitan status pegawai di lembaga MD3 yakni Kesetjenan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
“Apakah hal ini tidak akan menimbulkan persoalan baru, ketika outsourching dihapuskan. Sementara untuk tenaga honorer sendiri sudah tidak diperbolehkan, dimana saat ini Pemerintah Daerah sudah tidak boleh menerima tenaga honorer lagi”, tambah Anggota dari Fraksi Partai Demokrat tersebut.
Subyakto juga mempertanyakan, apakah ada rujukan dari negara mana yang efektif mengenai sistem perekrutan pada dua status pegawai tersebut.
Dalam rapat kerja yang dipimpin Wakil Ketua Baleg, Ana Muawanah, Subyakto menyatakan keprihatinannya dengan adanya sistem perekrutan PNS yang didistribusikan ke daerah-daerah. Karena hal tersebut sangat meresahkan di tingkat bawah. Selama ini, sambungnya, Bupati/Walikota menempatkan orang-orangnya menjadi PNS , bahkan yang lebih hebat lagi dijadikan transaksional ekonomi, apakah hal ini bisa diakhiri. “Mereka seperti raja, hal apa saja bisa dilakukan terhadap PNS dan itu menjadi transaksional dan bukan hal yang rahasia lagi,” paparnya.
Subyakto meminta kepada Kementerian PAN untuk membuat regulasi, jangan sampai daerah diberikan kebebasan yang akhirnya kualitas SDMnya sangat rendah. “Hal ini tidak baik ke depannya, bagaimana bangsa ini bisa maju dengan cara seperti itu,” imbuhnya.
Senada dengan Subyakto, Guntur Sasono (F-PD) menanyakan regulasi yang mengatur status pegawai PNS dan Pegawai Tidak Tetap. Guntur juga mempertanyakan prinsip-prinsip perbedaan Outsourching dengan Pegawai Tidak Tetap.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Menpan, Tasdik Kinanto menerangkan bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1999 bahwa pegawai yang bekerja di pemerintahan adalah PNS dan Pegawai Tidak Tetap. Namun, menurutnya kenyataan di lapangan diterjemahkan lain. Pegawai Tidak Tetap diterjemahkan sebagai Tenaga Honorer.
“Padahal bukan itu yang dimaksud. Proses perekrutan pegawai honorer selama ini pun tidak benar, tidak melalui perencanaan tetapi melalui kebutuhan unit/bagian di masing-masing instansi pemerintah,” terang Tasdik.
Menurut Tasdik, tenaga honorer yang ada saat ini terutama di daerah-daerah kualitasnya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Bahkan tak jarang, tenaga honorer di daerah dijadikan kendaraan politik oleh Bupati/Walikota atau Gubernur di daerah.
Saat ini, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005, pemerintah sedang berusaha mengangkat Pegawai Honorer menjadi PNS yang jumlahnya mencapai 900 ribu orang. (sc)/foto:iwan armanias/parle.